Skip to main content

Fighting Plastic


Menolak menggunakan kantong plastik (kresek) ketika berbelanja ternyata tidak semudah yang saya pikirkan. Atau setidaknya, tidak mudah ketika baru memulainya. Karena ternyata, harus ada usaha ekstra menolak membawa pulang kantong plastik sehabis berbelanja. 

Ini mungkin tidak akan terjadi kalau berbelanja di swalayan atau minimarket. Apalagi beberapa daerah sudah menerapkan larangan penggunaan kantong plastik. Tapi berbeda ceritanya kalau belanja di pasar, warung, atau tukang sayur. Entah ini terjadi juga di kota lain atau tidak, tapi inilah yang saya alami. 

Ketika belanja sayur di pasar, sering saya berhadapan dengan penjual yang bersikeras memasukkan belanjaan saya ke kantong plastik meskipun saya sudah menolak. Padahal kalau dipikir bukannya lebih untung di mereka, karena cost untuk membeli kantong plastik akan berkurang. Atau mereka sangat peduli terhadap customernya, takut kerepotan bawa 6 biji bawang bombay tanpa kantong plastik? 

Awal-awal belanja di pasar dan bawa wadah plastik (kotak yang biasa digunakan untuk menyimpan makanan) sendiri, penjual sering kebingungan ketika saya menyodorkan wadah tersebut. "Masukin sini?", "gini ya?" seolah-olah mereka baru pertama kali lihat wadah makanan. Pembeli lain yang berdiri di sebelah saya pun sering kali memperhatikan.

Pernah suatu kali beli cabe, dari awal saya bilang "ga usah pake plastik bu", tapi si ibu penjual kekeuh dan tetap memasukkan cabenya ke kantong plastik untuk ditimbang. Oh, mungkin karena cabe ada banyak dan kecil-kecil, jadi susah kalau nggak pakai plastik, saya pikir. 

Tapi saya juga pernah beli pisang, penjualnya pun ngotot supaya pisang yang saya beli dimasukkan ke kantong plastik. "Udah pake aja", katanya. Kadang sebelum saya bilang "nggak usah pake plastik, bu", penjualnya sudah dengan sigap memasukkan belanjaan saya ke kantong plastik.

Ada lagi yang cukup mengherankan, tukang sayur yang biasa jualan depan rumah saya. Yang sering terjadi, kalau saya lupa bawa wadah dari dalam rumah, atau misalnya niat awal mau beli kangkung aja satu ikat, sebenarnya secara teknis tidak perlu bawa wadah, cukup ditenteng saja. Tapi ternyata bertambah beli bawang juga, si mba tukang sayur akan ngotot nawarin plastik, "susah bawanya", katanya. Padahal untuk kembali ke rumah, tidak sampai sepuluh langkah. Ada juga tukang sayur lain yang biasanya nyamperin sampai ke teras depan rumah saya, suka nawarin plastik juga kalau belanjaan saya banyak. Padahal pintu rumah tepat di belakang saya. 

Lain lagi ceritanya saat beli roti di tukang roti keliling. Tukang roti yang biasa lewat di depan rumah adalah Sari Roti. Untungnya, merek roti ini sudah punya terobosan dengan mengganti kantong plastik dengan kantong kertas. 

Tapi pernah suatu hari, saya mencegat tukang roti di depan pagar kontrakan (biasanya beli di depan pintu rumah). Si abang tukang roti memasukkan roti saya ke dalam kantong kertas, lalu memasukkannya lagi ke dalam kantong plastik. Saya ketawa aja dalam hati. Ini juga pernah terjadi saat sedang di Depok, saya order Starbucks lewat gofood. Yang saya terima dari abang gofood nya adalah sepaket minuman pesanan yang dibungkus dalam paper bag berlapis kantong plastik. LoL. 

Di awal saya sering "kalah" dari penjual. Saya malas berdebat atau mengulang pernyataan saya lagi untuk tidak usah pakai plastik. Akhirnya saya memakai strategi lain, dan ternyata berhasil. 

Saat berbelanja cabe misalnya, sebelum bilang mau beli berapa banyak, yang saya bilang terlebih dulu adalah "nggak usah pake plastik ya bu", sambil menyodrokan kantong atau wadah yang saya bawa sendiri dari rumah.

Untuk daging dan semacamnya, saya menyodorkan wadah tanpa tutup, supaya si penjual hanya perlu memasukkan dagingnya setelah dipotong atau dibersihkan. Setelahnya saya saja yang tutup. Kalau saya menyodorkan wadah yang tertutup, penjual cenderung malas duluan.

Awalnya saya suka malu karena sering diliatin sama pembeli lain, tapi lama-lama terbiasa juga. Ketika sudah menemukan satu kios langganan, semuanya akan jadi lebih mudah. Karena penjual nya pasti sudah tau kalau saya bawa kantong atau wadah sendiri. 

Setelah berkali-kali belanja di satu kios dengan kantong dan wadah sendiri, saya mulai buka pembicaraan tentang bahaya penggunaan kantong plastik.

"Nggak usah pake plastik bu, di rumah udah banyak" biasanya pertama-tama seperti ini. Di pertemuan ke sekian, "plastik bahaya bu, hancurnya baru 100 tahun lagi".

Let's Be Mindful

Saya tidak anti plastik sama sekali. Buat saya, kantong plastik sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari. Menurut sejarah, justru plastik dibuat untuk menggantikan maraknya penggunaan kantong kertas di barat, yang dapat berakibat buruk pada hutan. Tapi penggunaannya tidak dimaksudkan untuk sekali pakai. Penciptanya mungkin tidak akan menyangka kalau kantong plastik telah menjadi sumber masalah besar di bumi saat ini. 


Bagaimana dengan di Indonesia? Menurut penulis blog ini, pada era 50-70an, daun jati, keranjang anyaman bambu, koran bekas, kantong kain, adalah benda-benda yang digunakan untuk membungkus dan membawa barang belanjaan. Kenapa sekarang hal ini tidak terjadi lagi? 

Hipotesis dangkal saya adalah karena kita sudah terbiasa serba enak. Jaman kakek nenek kita muda dulu belum ada plastik, sehingga mereka tidak punya pilihan selain menggunakan benda-benda yang dapat dipakai berulang kali. Di jaman sekarang ketika semua serba mudah dan praktis, hanya segelintir orang yang mau ambil langkah yang lebih merepotkan. 

Pergi berbelanja dengan membawa kantong dan wadah sendiri sangatlah repot. Sebelum keluar rumah harus menyiapkan terlebih dulu, begitu kembali ke rumah kantong dan wadah yang kotor harus dicuci. Jauh lebih praktis kalau pakai kantong plastik dari penjual, dan langsung membuangnya ke tempat sampah ketika sudah tidak dipakai. Tapi apakah ini baik, jika semua orang melakukan hal yang sama setiap berbelanja?

Ketika baru tinggal sendiri dan pertama kali belanja ke pasar, saya kaget sekali dengan banyaknya kantong plastik yang digunakan untuk membungkus belanjaan saya. Ini baru saya, di hari itu. Belum lagi ratusan orang lain yang belanja di hari yang sama. Belum lagi jenis plastik lainnya.

Saya pernah mengumpulkan sampah plastik kemasan selama kurang lebih 6 bulan untuk disetor ke bank sampah. Hasilnya ada satu trash bag ukuran paling besar yang penuh. Ini baru satu jenis sampah plastik dari satu keluarga yang terdiri dari 2 orang dewasa dan 1 anak kecil. Masih ada juga jenis sampah plastik lain seperti botol plastik. The trash bag was actualy scared me. 

Kalau dipikir kita tidak akan hidup sampai 100 tahun lagi, tapi anak cucu kita akan hidup di bumi yang sama dengan peninggalan kantong plastik bekas belanja generasi kita yang belum juga terurai. 

Membuang sampah plastik ke tempat sampah sebenarnya tidak menyelesaikan masalah kebersihan. Karena sampah kita hanya akan berpindah tempat ke Tempat Pembuangan Akhir. Sepertinya langkah terbaik adalah mengurangi penggunaannya. Sebisa mungkin tidak menerima kantong plastik baru dari penjual. Kita bisa menggunakan kantong plastik yang sudah terlanjur ada di rumah berulang kali sampai tidak bisa lagi digunakan. Jika banyak orang yang melakukan ini, demand terhadap kantong plastik pasti berkurang dan hopefully tidak ada lagi kantong plastik sekali pakai yang mencemari bumi kita yang hanya ada satu ini. 

Image source : https://unsplash.com/photos/cJha7sTBzv | http://www.konteks.org/ruang-belanja-imajinasi-bocah-dan-masa-lalu

Comments